Potret-Salaf-dalam-Birrul-Walidain-(Berbakti-pada-orang-tua)
Suatu hari, Ibnu Umar melihat seorang yang
menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut
lalu berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu
apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum,
meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi
engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak
kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (Diambil dari
kitab al-Kabair, karya adz-Dzahabi)
Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib
adalah seorang yang terkenal sangat berbakti kepada ibunya,
sampai-sampai ada orang yang berkata kepadanya, “Engkau adalah orang
yang paling berbakti kepada ibumu, akan tetapi kami tidak pernah
melihatmu makan bersama ibumu.” Beliau menjawab, “Aku takut kalau-kalau
tanganku mengambil makanan yang sudah dilirik oleh ibuku. Sehingga aku
berarti mendurhakainya.” (Diambil dari kitab Uyunul Akhyar, karya Ibnu Qutaibah)
Abu Hurairah menempati sebuah rumah, sedangkan ibunya menempati
rumah yang lain. Apabila Abu Hurairah ingin keluar rumah, maka beliau
berdiri terlebih dahulu di depan pintu rumah ibunya seraya mengatakan,
“Keselamatan untukmu, wahai ibuku, dan rahmat Allah serta barakahnya.”
Ibunya menjawab, “Dan untukmu keselamatan wahai anakku, dan rahmat
Allah serta barakahnya.” Abu Hurairah kemudian berkata, “Semoga Allah
menyayangimu karena engkau telah mendidikku semasa aku kecil.” Ibunya
pun menjawab, “Dan semoga Allah merahmatimu karena engkau telah
berbakti kepadaku saat aku berusia lanjut.” Demikian pula yang
dilakukan oleh Abu Hurairah ketika hendak memasuki rumah.” (Diambil
dari kitab Adab al-Mufrad, karya Imam Bukhari)
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu
dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu
Mas’ud datang membawa air minum, ternyata sang Ibu sudah ketiduran.
Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang
wadah berisi air tersebut hingga pagi.” (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
Sufyan bin Uyainah mengatakan, “Ada seorang yang pulang dari
bepergian, dia sampai di rumahnya bertepatan dengan ibunya berdiri
mengerjakan shalat. Orang tersebut enggan duduk padahal ibunya berdiri.
Mengetahui hal tersebut sang ibu lantas memanjangkan shalatnya, agar
makin besar pahala yang di dapatkan anaknya. (Diambil dari Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
Haiwah binti Syuraih adalah seorang ulama besar, suatu hari ketika
beliau sedang mengajar, ibunya memanggil. “Hai Haiwah, berdirilah!
Berilah makan ayam-ayam dengan gandum.” Mendengar panggilan ibunya
beliau lantas berdiri dan meninggalkan pengajiannya. (Diambil dari al-Birr wasilah, karya Ibnu Jauzi)
Kahmas bin al-Hasan at-Tamimi melihat seekor kalajengking berada
dalam rumahnya, beliau lantas ingin membunuh atau menangkapnya.
Ternyata beliau kalah cepat, kalajengking tersebut sudah masuk ke dalam
liangnya. Beliau lantas memasukkan tangannya ke dalam liang untuk
menangkap kalajengking tersebut. Beliaupun tersengat kalajengking.
Melihat tindakan seperti itu ada orang yang berkomentar, “Apa yang kau
maksudkan dengan tindakan seperti itu.” Beliau mengatakan, “Aku
khawatir kalau kalajengking tersebut keluar dari liangnya lalu menyengat
ibuku.” (Diambil dari kitab Nuhzatul Fudhala’)
Muhammad bin Sirin mengatakan, di masa pemerintahan Ustman bin
Affan, harga sebuah pohon kurma mencapai seribu dirham. Meskipun
demikian, Usamah bin Zaid membeli sebatang pohon kurma lalu memotong
dan mengambil jamarnya. (bagian batang kurma yang berwarna putih yang
berada di jantung pohon kurma). Jamar tersebut lantas beliau suguhkan
kepada ibunya. Melihat tindakan Usamah bin Zaid, banyak orang berkata
kepadanya, “Mengapa engkau berbuat demikian, padahal engkau mengetahui
bahwa harga satu pohon kurma itu seribu dirham.” Beliau menjawab,
“Karena ibuku meminta jamar pohon kurma, dan tidaklah ibuku meminta
sesuatu kepadaku yang bisa ku berikan pasti ku berikan.” (Diambil dari Shifatush Shafwah)
Hafshah binti Sirin mengatakan, “Ibu dari Muhammad bin Sirin sangat
suka celupan warna untuk kain. Jika Muhammad bin Sirin memberikan kain
untuk ibunya, maka beliau belikan kain yang paling halus. Jika hari
raya tiba, Muhammad bin Sirin mencelupkan pewarna kain untuk ibunya.
Aku tidak pernah melihat Muhamad bin Sirin bersuara keras di hadapan
ibunya. Apabila beliau berkata-kata dengan ibunya, maka beliau seperti
seorang yang berbisik-bisik. (Diambil dari Siyar A’lam an-Nubala’, karya adz-Dzahabi).
Ibnu Aun mengatakan, “Suatu ketika ada seorang menemui Muhammad bin
Sirin pada saat beliau sedang berada di dekat ibunya. Setelah keluar
rumah beliau bertanya kepada para sahabat Muhammad bin Sirin, “Ada apa
dengan Muhammad, apakah dia mengadukan suatu hal? Para sahabat Muhammad
bin Sirin mengatakan, “Tidak. Akan tetapi memang demikianlah
keadaannya jika berada di dekat ibunya.” (Diambil dari Siyar A’lamin Nubala’, karya adz-Dzahabi)
Humaid mengatakan, tatkala Ibu dari Iyas bin Muawiyah meninggal
dunia, Iyas menangis, ada yang bertanya kepada beliau, “Mengapa engkau
menangis?” Beliau menjawab, “Aku memiliki dua buah pintu yang terbuka
untuk menuju surga dan sekarang salah satu pintu tersebut sudah
tertutup.” (Dari kitab Bir wasilah, karya Ibnul Jauzi)
Kisah Uwais al-Qorni
Dari Asir bin Jabir beliau mengatakan,
“Jika para gubernur Yaman
menemui khalifah Umar Ibnul Khatthab, maka khalifah selalu bertanya,
“Apakah diantara kalian ada yang bernama Uwais bin Amir”, sampai suatu
hari beliau bertemu dengan Uwais, beliau bertanya, “engkau Uwais bin
Amir?”, “Betul” Jawabnya. Khalifah Umar bertanya, “Engkau dahulu
tinggal di Murrad kemudian tinggal di daerah Qorn?”, “Betul,” sahutnya.
Beliau bertanya, “Dulu engkau pernah terkena penyakit belang lalu
sembuh akan tetapi masih ada belang di tubuhmu sebesar uang dirham?”,
“Betul.” Beliau bertanya, “Engkau memiliki seorang ibu.” Khalifah Umar
mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Uwais
bin Amir akan datang bersama rombongan orang dari Yaman dahulu tinggal
di Murrad kemudian tinggal di daerah Qorn. Dahulu dia pernah terkena
penyakit belang, lalu sembuh, akan tetapi masih ada belang di tubuhnya
sebesar uang dirham. Dia memiliki seorang ibu, dan dia sangat berbakti
kepada ibunya. Seandainya dia berdoa kepada Allah, pasti Allah akan
mengabulkan doanya. Jika engkau bisa meminta kepadanya agar memohonkan
ampun untukmu kepada Allah maka usahakanlah.” Maka mohonkanlah
ampun kepada Allah untukku, Uwais al-Qarni lantas berdoa memohonkan
ampun untuk Umar Ibnul Khaththab. Setelah itu Umar bertanya kepadanya,
“Engkau hendak pergi ke mana? “Kuffah,” jawabnya. Beliau bertanya lagi,
“Maukah ku tuliskan surat untukmu kepada gubernur Kuffah agar
melayanimu? Uwais al-Qorni mengatakan, “Berada di tengah-tengah banyak
orang sehingga tidak dikenal itu lebih ku sukai.” (HR. Muslim)
***
Penulis: Ustadz Aris Munandar
Sumber: Kumpulan Tulisan Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/potret-salaf-dalam-birrul-walidain.html
Komentar
Posting Komentar
silahkan tulis komentar anda disini